24 Mar 2016

(bukan) Gagal Paham

Pertama dijelaskan terlebih dahulu, judulnya seperti itu bukan karena tulisan gagal paham edisi-edisi sebelumnya dicekal oleh KPI (komisi penulis indonesia) ya. Tapi dikarenakan pada tulisan kali ini (mudah-mudahan) ada penjelasannya sehingga untuk para pembaca (mudah-mudahan) mengerti dengan jelas. Jadi tulisan kali ini mungkin bisa dibilang seperti penulis yaitu berbobot berat.

Beberapa hari yang lalu ada demonstrasi di ibu kota, mengenai penyedia jasa angkutan berbasis aplikasi online. Demonstran terdiri dari anggota paguyuban angkutan darat, yang beranggotakan supir taksi, angkot, dan sejenisnya, yang meminta diblokirnya aplikasi online para penyedia jasa angkutan. Yang disesalkan demo itu sendiri menjurus ke arah tindakan anarkis, yang mana mungkin saja telah digerakkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Hal ini sempat menjadi trending topic diberbagai sosial media dan juga media elektronik, sampai menimbulkan banyak sekali komentar-komentar para penghuni internet yang biar lebih kekinian biasa disebut netizen. Dari sekian banyak komentar yang masuk, ada beberapa yang cukup unik. Seperti contohnya kenapa penyedia jasa angkutan konvensional tidak ikutan membuat aplikasi online saja seperti yang lain. Komentar tersebut terdengar sederhana, masuk akal dan sepertinya membangun.

Namun perlu diketahui, sepengetahuan penulis selaku tukang jualan komputer profesional bersertifikat karena dilemari penulis ada ijazah bertuliskan nama penulis dikasih embel-embel S.Kom yang mungkin artinya Sales Komputer. Untuk membuat aplikasi itu tidak semudah membuat telor ceplok, yang (konon) cukup mudah dan berwaktu singkat yang tidak sampai sepuluh menit sudah bisa disajikan bersama kecap manis dan irisan cengek (cengek itu bahasa barat ya, lebih tepatnya bagian barat pulau jawa).

Tahap untuk membangun sebuah aplikasi sendiri setahu penulis diawali dengan USR yang merupakan kepanjangan dari User System Requirement, yang secara garis besar berarti kebutuhan apa saja sih yang butuhkan untuk sistem aplikasi yang akan dibangun nantinya. Sebagai contoh jika ingin membangun sebuah rumah kita membutuhkan setidaknya 1 petak lahan darat kosong, pondasi, tiang penyangga, atap, sekat antar ruangan dan sebagainya yang merupakan syarat minimun sebuah rumah.

Setelah USR terpenuhi masuklah kedalam tahapan FDS yang merupakan kepanjangan dari Functional Design Specification, yang secara garis besar berarti Rancangan Fungsi secara mendetail. Sebagai contoh kembali menggunakan analogi sebuah rumah, setelah kebutuhan awal terpenuhi kita perlu merancang atau merencanakan fungsi secara mendetail seperti perumpamaan berikut adanya sebuah pintu depan untuk masuk, setelah melewati pintu depan akan masuk kedalam ruang tamu, dari ruang tamu terhubung dengan ruang keluarga yang menjadi satu dengan ruang makan, ruang keluarga tersebut nantinya akan memiliki akses ke kamar mandi/toilet, ruang kamar tidur, dapur dan seterusnya.

Setelah FDS masuklah ketahap Developing , yang berarti pengerjaan pembangunan atau pembuatan. Sebagai contoh kembali menggunakan analogi sebuah rumah, setelah kebutuhan dasar sudah terpenuhi, rancangan sudah tersedia hal yang dilakukan adalah proses pengerjaan bangunan.

Selanjutnya adalah Tahap Testing, yang artinya pengujian. Biasanya ada banyak jenisnya dalam tahap ini ada yang menggunakan metode alpha testing beta testing. Ada pula yang menggunakan istilah FAT (Factory Acceptance Test), UAT (User Acceptance Test), dan sejenisnya yang mana pada intinya adalah pengetesan kelayakan dari sebuah sistem. Sebagai contoh kembali menggunakan analogi sebuah rumah, setelah rumah selesai dibangun tentunya harus diperiksa hasil pekerjaannya apakah sudah layak huni atau perlukah ada perbaikan lagi untuk menutupi kekurangan.

Tahap terakhir adalah tahap launching , running, kick off, atau apapun lah namanya itu. Yang berarti sebuah sistem sudah siap berjalan untuk dipergunakan oleh para penggunanya. Sebagai contoh kembali menggunakan analogi sebuah rumah, rumah yang telah selesai dibangun dan lulus tahap pemeriksaaan akan dilakukan proses serah terima kepada calon penghuni atau pemiliknya.

Nah dari ilustrasi diatas bisa diketahui kan membuat sebuah sistem itu gak semudah seperti membuat telor ceplok. Bahkan setelah sistem sudah berjalan masih ada banyak lagi proses yang perlu dikerjakan, dan itu akan dibahas lagi kapan-kapan kalau penulis sedang bisa menggunakan pola pikir, pengalaman sebagaimana seharusnya.

NB : Walaupun penulis sering menganalogikan pembangunan sistem itu seperti rumah, dalam membangun sebuah sistem tidak bisa menambahkan begitu saja jumlah pekerja. Karena kalau tidak salah ingat penulis pernah membaca semakin banyak kepala yang berpikir dalam membangun sebuah sistem belum tentu akan mempercepat proses pengerjaan, bahkan bisa saja memperlambat pekerjaannya.

Kalau ada kesalahan ada kekurangan ya mohon dimaklumi, karena penulis hanyalah tukang jualan komputer bersertifikat, bukan seorang profesional yang memiliki banyak gelar.