24 Jul 2015

Kisah 3 Orang Pedagang (yang ......)

Kali ini saya sendiri bingung untuk menuliskan arti dari ..... pada judul kisah ini,  dikarenakan masih belum menemukan kata-kata yang sesuai dan tepat sehingga bisa diterima semua pihak tanpa ada satu pun yang disinggung atau dirugikan.


Alkisah pada zaman dahulu, ada sebuah kota yang damai dan tenteram sebut saja nama kotanya itu Kota Damai Makmur. Dikisahkan karena kota tersebut damai, hanya ada sedikit prajurit militer yang menjaga kota tersebut dan juga tembok kota tersebut juga hanya sekedarnya saja.

Pada suatu hari, ada segerombolan perampok yang terkenal akan kesadisannya yang ingin datang ke kota tersebut. Dari kejauhan sudah terlihat perkemahan para perampok tersebut tidak jauh dari kota. Warga kota pun mulai merasa terancam keselamatannya, oleh karena itu diadakanlah rapat yang dipimpin oleh walikota.  Tujuan dari rapat itu adalah membahas bagaimana cara terbaik untuk mencegah para perampok masuk kota, atau setidaknya meminimalisir kerugian yang ditimbulkan oleh gerombolan perampok.

Ditengah rapat , ada seorang pedagang bahan-bahan bangunan (batu, semen, pasir, dan sejenisnya) yang mengusulkan untuk membangun tembok yang tinggi dan kokoh disekeliling kota agar para perampok tidak bisa masuk kedalam kota. Yang mana bahan-bahannya bisa dibeli pada sang pedagang bahan bangunan.

Saran itu diinterupsi (kayak lagi sidang anggota dewan) oleh seorang pedagang senjata, dan pedagang senjata pun berkata "kalau kita membangun tembok yang tinggi dan kokoh, akan memakan waktu yang sangat lama sehingga pasti tidak akan selesai tepat waktu dan akan sia-sia belaka. Yang harus kita lakukan adalah berperang melawan perampok tersebut." Yang mana senjatanya bisa dibeli pada sang pedagang senjata.

Lagi-lagi saran itu diinterupsi oleh seorang pedagang kuda dan kereta kuda, sambil berkata "Untuk membangun tembok tidaklah memungkinkan sesuai ucapan pedagang senjata, sementara untuk berperang menurut saya juga tidak memungkinkan karena warga kota ini tidak pernah berperang sebelumnya dan mungkin saja akan menimbulkan banyak korban dipihak warga kota. Bagaimana jika kita melarikan diri saja menggunakan kereta kuda, yang mana setiap warga bisa membeli kereta dan kudanya dari saya."

Terjadilah kericuhan dalam rapat tersebut, sementara sang walikota pun hanya bisa terdiam terbengong-bengong. Sang walikota berpikir, pada saat kondisi genting atau gawat seperti ini masih saja ada orang yang berusaha mengambil keuntungan, seperti kata pepatah lama "Ada Tauge Dalam Tahu" yang artinya ada maksud dan tujuan tersembunyi didalam sesuatu. Dan disinilah bisa terlihat bahwa ada beberapa orang yang masih saja memikirkan keuntungan dirinya sendiri.

Para pembaca sekalian, alangkah baiknya kalau kita tidak berlaku seperti para pedagang dalam kisah diatas. Alangkah baiknya jika kita peduli dengan sesama dan membantu orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar