Sudah lama gak menulis cerita (lebih tepatnya sih mengetik ya, soalnya gak ditulis), bukan dikarenakan (sok) sibuk ataupun kegiatan lainnya. Tapi lebih dikarenakan belakangan ini penulis sedang suka membaca novel wuxia (dunia persilatan tiongkok) ataupun menonton film seri yang diangkat dari kisah-kisah novel wuxia. Dari pengalaman itu penulis akhir mempunyai tambahan idola baru, yakni opa/engkong/eyang Louis Cha dikenal juga dengan nama Jin Yong atau Chin Yung.
Louis Cha adalah salah satu penulis wuxia senior, yang bahkan sudah menulis dari semenjak babe nya penulis masih remaja. Yakni era tahun 1950-1960an. Pada masa itu karyanya banyak diedarkan secara berseri melalui media cetak seperti cerita seri di koran ataupun dikumpulkan menjadi sebuah novel. Karya-karyanya terkenal dan beberapa diantaranya bahkan diangkat menjadi serial atau juga film.
Beberapa karyanya adalah Trilogi Rajawali kisah mulai dari Guo Jing / Kwe Ceng dan Huang Rong / Oey Yong, Yang Guo / Yo Ko dan Xiao Lung Ni / Siaw Lung Lie , Zhang Wuji / Thio Buki dan Zhao Min / Tio Beng yang sudah sering diangkat jadi serial dan disiarkan berbagai versinya di negara asal penulis. Selain itu juga ada Tian Long Buba atau juga dikenal dengan judul The Demi Gods and Semi Devils, yang cerita begitu kompleks dan memiliki benang merah dari ratusan jumlah tokoh yang diceritakan.
Tapi diantara semua karyanya ada satu yang cukup menarik yakni kisah Xiao Ao Jiang Hu / The Smiling Proud Wanderer atau juga dikenal dengan judul SwordMan atau dalam saduran bahasa Indonesia dikenal dengan nama Pendekar Hina Kelana. Kalau diartikan secara harfiah judulnya kira-kira memiliki arti Mentertawakan Dunia Persilatan, cukup menarik karena dunia persilatan kok ditertawakan.
Secara ringkas kisahnya adalah mengisahkan beberapa (oknum) pendekar yang konon katanya berasal dari aliran lurus, namun ternyata aslinya sesat. Dan juga beberapa pendekar aliran sesat yang ternyata masih ada sisi baiknya juga. Tentu tidak ketinggalan kisah romansa tokoh utama pendekar dari aliran lurus Linghu Cong dengan putri dari Ketua aliran sesat Ren Yinying, yang menembus batas etika ataupun norma dalam dunia persilatan yang terjadi saat itu.
Satu hal lagi yang membuat saya salut kepada eyang Louis Cha, kisahnya ini tidak lekang dimakan waktu. Bahkan setelah melewati era milenium , masih layak untuk diikuti kisahnya. Bahkan sudah berkali-kali diangkat menjadi serial. Sebagai seorang (yang sedang belajar menjadi) penulis, penulis memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada eyang Louis Cha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar