Arca Jaya dan Wijaya |
Menurut cerita dari Bhagawatapurana, Catursana, anak dari Dewa Brahma mengunjungi Waikuntha, tempat tinggal Dewa Wisnu, untuk melihatnya. Jaya dan Wijaya melarang Catursana untuk memasuki Waikuntha. Catursana marah sebab Jaya dan Wijaya tidak mengetahui sosok Catursana yang sebenarnya. Mereka juga memberitahu Catursana bahwa Sri Wisnu sedang beristirahat dan bahwa mereka tidak dapat melihat dia sekarang. Catursana mengutuk Jaya dan Wijaya agar turun ke dunia untuk mengalami reinkarnasi. Wisnu yang berbelas kasihan mengajukan penawaran kepada Jaya dan Wijaya. Mereka diperbolehkan untuk memilih turun ke dunia sebagai pemuja Wisnu selama tujuh kehidupan, atau sebagai musuh Wisnu selama tiga kehidupan. Wisnu juga berjanji bahwa setelah menjalani salah satu pilihan tersebut, Jaya dan Wijaya akan kembali lagi ke Waikuntha dan tinggal di sana selama-lamanya. Karena Jaya dan Wijaya ingin menjalani kehidupan di dunia sesingkat mungkin, maka mereka memilih untuk dilahirkan berulang-ulang selama tiga kehidupan. Pilihan tersebut memaksa Jaya dan Wijaya untuk menjalani kehidupan sebagai musuh Wisnu.
Selama Jaya dan Wijaya bereinkarnasi ke dunia, mereka berdua selalu dibunuh oleh awatara Wisnu, berikut kisahnya :
1. Pada masa Satyayuga, Jaya dan Wijaya lahir sebagai Hiranyaksa dan Hiranyakasipu, putera Diti dan Kasyapa
a. Hiranyaksa
Menurut mitologi Hindu, pada zaman Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang raksasa bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya (raksasa). Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan kosmik," suatu tempat antah berantah di ruang angkasa.
Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang memiliki dua taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena dihadang oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang dan membunuh Hiranyaksa..
b. Hiranyakasipu
Dalam mitologi Hindu, Hiranyakasipu adalah seorang bangsa asura dan juga raja bangsa Dravida. Adiknya, Hiranyaksa, dibunuh oleh Waraha, salah satu awatara Wisnu. Semenjak saat itu, ia membenci Dewa Wisnu dan seluruh pengikutnya.
Sesuai dengan hasil pertapaannya, Hiranyakasipu mendapat anugerah dari Dewa Brahma, bahwa ia tidak bisa dibunuh oleh manusia, binatang ataupun Dewa; tidak bisa dibunuh saat pagi, siang, dan malam; tak bisa dibunuh di darat, laut, api, ataupun udara; tak bisa dibunuh di dalam dan di luar rumah, dan tak bisa dibunuh oleh segala senjata.
Hiranyakasipu memiliki seorang anak yang bernama Prahlada. Anaknya adalah seorang pemuja Wisnu yang taat. Oleh karena itu, ia sangat dibenci ayahnya. Namun meskipun berkali-kali berusaha dibunuh, Prahlada selalu selamat berkat kekuatan gaib dari Dewa Wisnu.
Atas berkah Dewa Brahma, ia sukar dibunuh jika tidak memilih wujud, waktu, tempat, dan senjata yang tepat. Ia bisa dibunuh jika:
yang membunuh bukan manusia, binatang ataupun Dewa
ia dibunuh bukan di darat, air, api, ataupun udara
ia dibunuh bukan di dalam ataupun di luar rumah
ia dibunuh bukan pada saat pagi, siang, ataupun malam
ia dibunuh dengan tidak menggunakan senjata
Karena Wisnu berwujud Narasinga, berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku, Hiranyakasipu berhasil dibunuh oleh Narasinga, salah satu awatara Wisnu, yang berwujud manusia, berkepala singa, yang memiliki banyak tangan yang memegang senjata seperti Dewa. Ia dibunuh di atas pangkuannya dengan merobek-robek perutnya menggunakan kuku yang tajam, pada saat senja hari. Hal ini bisa dilakukan karena Narasinga sendiri bukan manusia, binatang ataupun Dewa (karena campuran ketiganya), dan Lokasi kejadian terja adi bukan didarat, air, api ataupun udara, apalagi dalam atau luar rumah (tapi dipangkuan Narasinga), dan tidak ada senjata yang digunakan (karena hanya menggunakan kuku/cakar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar